Cerita ini terjadi di Xiangtan, Provinsi Hunan, China. Xiangtan pada saat itu tidak seramai sekarang. Tempatnya penuh dengan pegunungan, seperti Bukit Fengzhu, dan Danau Bukit yang terletak di pinggir Yuhu. Bagian barat pinggir Yuhu, terdapat gunung yang dinamakan “Panjang Umur” dan Jembatan "Delapan Dewa" yang dibangun oleh Dewa, dan berikut ini adalah ceritanya. Seorang tua yang bernama “Zheng” memiliki umur yang panjang. Rambut dan janggutnya telah memutih, akan tetapi dia tetap bugar dan sehat. Dia bahkan dapat bekerja lebih efisien dibandingkan dengan anak anak muda. Tidak ada seorangpun yang tahu berapa umurnya. Seseorang pernah berkata bahwa umurnya 140 tahun, akan tetapi orang lain berkata bahwa umurnya lebih tua dari itu. Dia tinggal sendirian di gunung, di sebuah pondok yang terbuat dari jerami. Mata pencariannya adalah dengan memotong kayu, berburu dan berkebun, dan hasil kerjanya sangatlah bagus. Sayuran yang ditanamnya tumbuh dengan bagus dan segar. Ketika dia berburu, dia tidak pernah kelewatan. Dia berburu hanya untuk kebutuhan sehari harinya saja. Dengan berhemat, dia memberikan juga beberapa bagian untuk orang yang miskin. Jika ada orang yang datang untuk meminta pertolongannya, tanpa memandang apakah orang tersebut tetangganya atau temannya, atau bahkan orang asing dan pengemis yang tidak dia kenal, dia akan selalu membantu dan melakukan yang terbaik. Kadang kala, untuk menolong orang lain, dia tidak lagi memiliki makanan tersisa untuknya, sehingga dia memakan sayur-sayuran dan buah-buahan yang dia kumpulkan sebagai makanan. Delapan Dewa Suatu malam, ketika sedang menenun sandal jerami dibawah terang bulan, tiba tiba angin bertiup. Kemudian dia melihat delapan orang, satu diantaranya adalah wanita. Dan seorang laki-laki tua memegang seruling, dengan janggut dan rambut memutih, bertanya kepada Zheng: “Kami hanya lewat dan ingin numpang istirahat sebentar. Apakah anda tidak keberatan?” Zheng menjawab dengan gembira: “Tidak apa-apa, sepanjang anda tidak keberatan pondok saya sangat kecil. Saya takut pondok tersebut terlalu sempit untuk anda sekalian.” Orang tua tersebut menjawab: “Tidak apa-apa, kami dapat berdesak-desakan.” Aneh sekali, pondok kecil yang bahkan untuk tiga orang saja terlalu kecil, sekarang memiliki ruang besar yang cukup bagi delapan orang. Zheng sangatlah terkejut. Seorang pria dengan wajah yang bernoda hitam dan berjanggut, memakai pakaian compang camping dan memanggul labu anggur di punggungnya, kemudian bertanya:”Kami sangatlah lapar. Apakah anda memiliki makanan bagi kami?” Zheng secara cepat menjawab:”Tentu saja. Anda telah menempuh perjalanan jauh dan tentu saja sangat lapar. Untung saja, saya baru saja menangkap kelinci.” Zheng kemudian menggambil wadah anggur dari sudut ruangan, kemudian semangkuk daging kelinci yang mengepul, dan meletakkannya di atas meja bambu. Salah satu dari delapan orang tersebut, kelihatannya seperti orang yang terpelajar, berkata: “Cahaya bulan sangatlah terang mala mini. Apakah kita harus pindah ke pinggir danau dan menikmati makan malam kami di sana?” Orang lainnya, dengan jenggot di pipinya, setuju. Yang lainnya berpikir bahwa itu adalah ide yang sangat bagus. Kemudian mereka pindah ke tepi Yuhu dengan segentong anggur, satu mangkuk dan sebuah meja. Masing-masing dari mereka mencari batu granit untuk menjadi tempat duduk. Zheng menemani dan menjaga mereka hingga bulan bergerak ke arah barat. Dia memasak air hangat untuk menyeduh teh dan mengumpulkan buah buahan untuk mereka. Ketika bulan telah tenggelam dan bintang bintang mulai memudar, kedelapan tamu tersebut kelihatan mengantuk. Salah satu diantara mereka berkata:”Tuan, bagaimana kami dapat membayar anda untuk semua yang telah anda lakukan? Beritahukan kepada kami, apa yang anda inginkan, kami akan memenuhi keinginan anda.” Zheng menggeleng-geleng kepalanya:”Tidak, saya tidak menginginkan apa pun.” Pria dengan jenggot di pipinya bertanya:”Gubuk anda begitu kecil, apakah anda ingin rumah baru?” Zheng tersenyum dan menjawab:”Bumi dapat menjadi pondok saya, apalagi saat ini saya telah memiliki sebuah pondok untuk melindungi saya. Itu cukup bagi saya,” kata Zheng. Seorang Tao dengan alis mata yang panjang dan mata yang panjang, yang memiliki sebilah pedang di belakangnya kemudian berkata: “Tuan, anda dapat membuat pilihan anda sendiri, dari keberuntungan, kekuasaan, umur panjang dan kebahagiaan di dunia manusia,” tanyanya kepada Zheng. Zheng menjawab: “Keberuntungan, kekuasaan, tanah dan kebahagiaan hanyalah tali yang akan mengikat saya di dunia manusia. Sedangkan, untuk umur panjang- tidak ada seorangpun yang dapat menghindar dari kematian. Dengan demikian, saya memilih untuk membiarkan alam yang mengatur segalanya.” Mendengar hal tersebut, seorang wanita cantik berkomentar: “Jika anda tidak menginginkan keberuntungan, kekuasaan, umur panjang dan kebahagiaan, anda pasti telah melihat melewati ilusi manusia, dan melihat sesuatu yang luar biasa yang abadi.” “Ada pepatah yang mengatakan, anda akan menjadi seperti dewa, jika anda dapat hidup tanpa kekhawatiran dan masalah. Saya telah lama tidak memiliki kekhawatiran, jadi saya telah lama telah keluar dari dunia manusia, seperti dewa,” kata Zheng. Setelah permintaan berulang ulang dari delapan tamu tersebut, Zheng kemudian berpikir dan akhirnya berkata: “Jika anda ingin saya membuat permohonan – Yuhu adalah sebuah danau dengan radius sepuluh mil, diperlukan setengah hari bagi rakyat yang tinggal di sini untuk pergi ke sisi lain dari danau Yuhu. Ini sangatlah tidak nyaman bagi kami. Adalah sangat baik jika anda dapat membantu kami membangun jembatan di sini.” Pria dengan noda hitam dan janggut di wajahnya menjawab: “Oh, ini sangatlah gampang! Kami berjanji akan melakukan hal ini.” Kedelapan tamu tersebut kemudian meninggalkan Zheng. Zheng tidak mengikuti mereka karena dia harus pergi ke rumah untuk memasak air untuk menyeduh teh bagi mereka. Ketika teh telah siap disajikan, dan dia siap-siap untuk menyajikan ke tamunya, tiba tiba dia melihat sebuah jembatan besar menggantung di Yuhu. Kedelapan orang tersebut berjalan melewati jembatan tersebut ke Sungai Ting. Zhang mendekati mereka, tetapi secara tiba-tiba, delapan awan mendekat. Delapan tamu tersebut kemudian melambai pada Zheng, menaiki awan tersebut dan terbang menjauh. Zheng mendekati jembatan dan melihat dengan seksama. Dia melihat bahwa jembatan tersebut terbuat dari delapan batu granit yang besar, dan dibuat dengan sangat sempurna, halus, luas dan lebar. Zheng sangat gembira, dan berjalan bolak balik di jembatan tersebut hingga senja. Ketika rakyat yang tinggal dekat daerah tersebut melihat jembatan tersebut, mereka sangat senang. Menurut apa yang diceritakan oleh Zhang, mereka percaya bahwa kedelapan tamu tersebut adalah Delapan Dewa yang berkenala. Sehingga mereka kemudian menamai jembatan tersebut sebagai “Jembatan Delapan Dewa.” Jalan di samping jembatan dimana Delapan Dewa berjalan kemudian disebut sebagai “Jalan Selatan.” Beberapa tahun kemudian, delapan granit tersebut telah memudar, kemudian jembatan tersebut dipugar dan dibangun kembali dengan delapan granit juga. |
Senin, 12 Desember 2011
Legenda Jembatan Delapan Dewa
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar